Minggu, 09 Februari 2025

Rekonstruksi Penciptaan Manusia dalam Adonara Nuha Nara Nebon

 Oleh : Chris Boro Tokan


Chris Boro Tokan di Puncak Gunung Boleng - Adonara
Kata Kunci : Konstruksi pengetahuan publik tentang manusia berfokus pada manusia (nyata, dunia, bumi), yang tersurat dalam ajaran Kitab Suci merujuk Adam dan Eva, sebagai insan ciptaan Tuhan (bdk Kejadian 1:26-27, 2:18, 21-25 ). Raga manusia awal (Adam) itu tercipta dari tanah liat (merah) oleh Allah, dan meniupkan Roh-Nya ke dalam raga itu, menghidupkan. Allah menciptakan Eva dengan mengambil tulang rusuk Adam. Konstruksi pengetahuan umum demikian didekonstruksi melalui pengetahuan tersirat dalam Kitab Suci, tetcermati manusia gaib, ilahi, langit yakni “manusia raksasa”. Manusia gaib, langit dari unsur api dan unsur air (Ape-Rera dan Helan Wai) yang berkawin-mawin dengan manusia bumi, sehingga Tuhan kecewa, karena terjadi pencampuran darah, gen (bdk Kejadian 6:1-4). Keberadaan manusia gaib secara tersirat dalam Kitab Suci, sering terluput dari cermatan sehingga tidak menjadi pengetahuan umum (publik). Diperlukan sesungguhnya rekonstruksi pengetahuan umum tentang penciptaan manusia yang mencakup keberadaan manusia gaib (Ape-Rera, Api dan Helan-Wai, Air), Kelen, langit (Rera-Wulan) dengan manusia nyata (Tana, Tanah), bumi (Tanah-Ekan). Keberadaan mereka yang selalu saling dialektik (menyempurnahkan). Pendialektika adalah Allah itu sendiri, dalam simbol Roh (Angi), angin.

Pendahuluan
Pernah ada pendapat umum di dunia mengatakan bahwa manusia pertama hidup di Afrika, setelah itu mereka bermigrasi ke seluruh dunia. Pandangan demikian sudah terbantahkan melalui Arysio Santos dengan menunjuk “Mesir kuno” (Indonesia) sebagai asal manusia pertama (Bdk ArysioSantos, hal. 131) Ditunjuk lebih jelas oleh Stephen Oppenheimer bahwa di NTT-Maluku yang sesungguhnya menjadi tempat manusia pertama (Eden is The East 1998, Surga di Timur 2010, hal.298-318). Bandingkan diagram tautan peta penyebaran gen dan bahasa austronesia (hal 298) dan kesimpulan kajian (hal. 318), yang mengindikasikan Nusa Tenggara Timur/NTT-Nusa Tenggara Barat/NTB) dan Maluku, Sulawesi sebagai wilayah surga yang hilang.

Secara akademis, rujukan tentang Benua Atlantis yang Hilang, Arysio Santos antara lain melalui pembuktian Geologis dan Vulkanis, kajian berbagai perkembangan peradaban dan kebudayaan besar di dunia, merujuk ke Kepulauan Sunda Besar (Jawa-Sumatra-Kalimantan), sebagai lokasi surga yang hilang. Sedangkan Stephen Oppenheimer merujuk lokasi surga yang hilang ke Kepulaun Sunda Kecil (Nusa Tenggara Timur/NTT-Nusa Tenggara Barat/NTB) dan Maluku, Sulawesi. Membuktikan dengan kajian Gen Asli menunjuk awal mula penyebaran Manusia di dunia dan Bahasa Autronesia sebagai Bahasa Asli sumber segala bahasa di dunia. Tentu jauh hari sebelumnya garis Wallace-Weber telah membuktikan asal flora-fauna di Dunia Lama, yakni Dataran POROS (NTT-NTB-Maluku, Sulawesi) sebagai wilayah pembagi ke Dataran SAHUL/Timur (Irian-Aru menyatu AUSTRALIA), dan ke Dataran SUNDA/Barat (Jawa Purba:Jawa-kalimantan-Sumatra yang menyatu ASIA .
Melalui pembagian dunia purba flora-fauna dalam garis Wallace-Weber, tercermati wilayah dari listofer benua yang hilang (Atlantis), dataran Sunda Kecil sebagai wilayah Poros. Sedangkan daratan Jawa Purba (Jawa-Kalimantan-Sumatra), dataran Sunda Besar dengan berbagai pulau kecil di sekitar (sebagai listofer Benua Asia), menempati posisi wilayah Barat. Begitupun daratan Papua/Irian (sebagai listofer Benua Australia), dataran Sahul dalam posisi sebagai wilayah Timur. Garis Wallace-Weber menandaskan bahwa Wilayah Poros sebagai wilayah pembagi, dalam pemaknaan Flora-Fauna yang ada di Poros, dapat ke Dataran Sunda (BARAT), juga ke Dataran Sahul (TIMUR), sedangkan di wilayah BARAT tidak mungkin ke TIMUR, dan sebaliknya. Maka Oppenheimer membuktikan penyebaran manusia AWAL di dunia dari wilayah Poros (Nusa Tenggara-Maluku) itu melalui kajian GEN orang Asli dan penyebaran Bahasa Austronesia sebagai sumber Asli berbagai Bahasa di Dunia ke Timur, Barat, Utara, selatan.

Adonara Nuha Nara Nebon , Penciptaan Atadiken (Manusia)
Benua Atlantis yang sesungguhnya wilayah kekaiseran Atlantis tempoe doeloe, mencakup pula wilayah kepulauan di lautan Pasifik, juga pulau Madagaskar dan Pulau Selandia Baru. Pulau-pulau di perairan pasifik itu sebagai daratan baru (listofer) dari benua atlantis yang hilang, karena benua itu ditabrak dari arah Barat oleh Benua Amerika, saat yang bersamaan ditabrak dari arah Selatan oleh Benua Australia, seirama dengan itu ditindis/ditekan dari arah Utara oleh Benua Asia. Dengan demikian dialektika geologis bumi mendinamikakan masing-masing palung benua untuk saling bertubrukan, yang mengakibatkan hilangnya benua Atlantis yang menyisakan misteri sampai kekinian. Misteri itu dapat terungkap antara lain melalui listofer (daratan baru) benua yang tersari dalam Adonara Nuha Nara Nebon dan tersimbol dalam kepulauan Solor sebagai kepulauan Matahari .
Kepulauan Solor kekinian (Pulau Adonara, Pulau Solor, Pulau Lembata) di Kabupaten Flores Timur dan Kabupaten Lembata, Provinsi Nusa Tenggara Timur, sesungguhnya simbol Kepulauan Matahari. Simbol kepulauan yang mencakup seluruh pulau di wilayah Nusa Tenggara Timur dan Nusa Tenggara Barat, di wilayah Maluku dan Sulawesi. Wilayah ini dalam pemetaan pembagian purba flora dan fauna ditempatkan sebagai wilayah Poros yang membagi ke Timur (dataran Sahul: pulau Irian/Papua dan kepulauan Aru) dan ke Barat (dataran Sunda: pulau Jawa Purba yang mencakup daratan Jawa, Kalimantan, Sumatra beserta pulau-pulau kecil disekitarnya).

Dengan demikian eksistensi Kepulauan Solor simbol Kepulauan Matahari yang mencakup seluruh listofer dari Benua Atlantis yang hilang, wilayah Kekaiseran Atlantis tempoe doeloe, sebagai poros dari benua yang hilang. Eksistensinya yang demikian menegaskan identitas wiayah itu sebagai poros awal kehidupan dan awal penyebaran flora dan fauna, awal penyebaran manusia dan sumber asli bahasa di dunia Identitas dan eksistensi wilayah kepulauan Solor yang demikian kekinian mengulang dalam sejarah keberadaan suku-suku di wilayah itu yang menyebut diri orang Lamaholot (tempat manusia dan terselamatkan dari bencana) dengan keyakinan mereka terhadap Rera-Wulan Tanah-Ekan (Matahari-Bulan/Langit dengan Tanah/Bumi) dalam unkapan magis religius Lewo Tanah.!!!

Magis religiusnya Lewo Tanah, tertelusuri dalam simbol ape, wai, angi, kelen, tana, (Api, air, angin, langit, tanah) sebagai unsur-unsur (zat) yang menuntun penjelasan tentang asal usul manusia (usu asa atadiken), penciptaan manusia Adonara. Ape=pelate/panas, dan muren/benar, sedangkan Wai= geleten/dingin, dan me’lan/baik. Angi/angin/penyejuk, weleok=/menetralisir, meyatukan, Kelen= Kowa /Langit/Ilahi (sempurnah), muren=kelohon/benar, me’lan=senaren/baik. Tana/Tanah, bumi/dunia (belum sempurnah) = milane/medho/buruk. Nulu walen / sifat manusia / kepribadian manusia dalam prosesnya terbentuk sesuai dengan zat-zat yang menjadikannya sebagai seorang yang disebut manusia (atadiken). Atadiken dengan 3 kepribadian hidup saling dialektik yakni logika, etika dan estetika yang mendinamikakan kehidupan langit/ilahi dengan kehidupan bumi/dunia.

Misteri penciptaan (bdk https://www.facebook.com/notes/pino..., 7 Siklus Peradaban Dunia dalam Adonara Nuha Nebon) terjelaskan siklus peradaban dunia 1, dalam kesempurnaan sabda (“koda 10”) yang terjelaskan melalui “kirin 5 ape rera-kirin 5 helan wai”, terfomulasi di akhir zaman arkeosoikum. Selama ini menjadi misteri dunia penciptaan, karena Kitab Suci, dan pengetahuan publik dunia lebih terfokus kepada siklus peradaban dunia 2, penciptaan manusia nyata (unsur tanah) adam-eva/Kelake Ado Pehan-Kewae Sode Bolen. Namun kalau tercermarti selanjutnya terpengaruh pula secara simbolis unsur api dan zat air dalam simbol ular yang menggoda Eva, dan merusak kehidupan gaib firdaus yang diskenariokan Tuhan bagi manusia nyata, di zaman paleozoikum.

Siklus peradaban dunia 2: Dalam sinar TERANG menguasai kehidupan unsur Tanah dan Api. Arysio Santos menyebut Atlantis Lemuria, Alam, Manusia Alam, Peradaban. Jadilah TERANG yang menguasai seluruhnya di ujung siklus 1, melalui proses penciptaan alam semesta dengan segala isinya, berujung penciptaan manusia unsur Tanah dan Angin, dalam mitos Kelake Ado Pehang Beda dan Kwae Sode Boleng di Ile (gunung) Boleng, tidak terluput dibayangi kegelapan dalam simbol godaan di firdaus (ular simbol air/ air bah). Akhirnya terjadi kepunahan raga dalam KONFLIK DUA BERSAUDARA (Kain vs Abel) meningggalkan jiwa yang melayang (angin) tersimbol dalam mitos pohon asam (TOBI/A) di Lamaholot sebagai berlindungnya nitun (iblis) darat, sedangkan pohon beingin (BAO) berlindung har’in (iblis) air/laut. Pada akhir siklus ini menghilangkan benua, BENUA YANG TENGGELAM. Berakhirnya siklus 2, disebut Arisyo Santos dengan berakhirnya ATLANTIS LEMURIA=Alam, era Peradaban. Era itu sebagai pemecahan massa benua tahap. 1, 2, 3. Pemecahan tahap 3 membaptis nama Adonara Nuha Nebon, bermakna intisari dunia yang hilang terkumpul di Adonara.

Siklus Peradaban Dunia 3: Atlantis Sang Putra, Kebudayaan. Manusia Kebudayaan. Dewa Laut/Raja Laut/ Penguasa Air (POSEIDON sesuai dialog Plato) muncul dalam akhir kepunahan massal siklus 2. Dalam mitos Lamaholot figur Poseidon adalah Dasi Lali Jawa (Jawa=BARAT), yang menyelamatkan Putri yang tertinggal sendirian (dalam Dialog Plato) di Timu (TIMUR) karena bencana yang menenggelamkan/menghilangkan benua. Putri itu ditemukan dalam mitos Lamaholot adalah Edo Baka Heti Timu.

Pasangan Dasi Lali Jawa-Edo Baka Heti Timu menurunkan keturunan yang kelak membangun KEBUDAYAAN yang di kenal dengan KERAJAAN/KEKAISERAN ATLANTIS (seperti terjelaskan Dialog Plato) dalam wilayah Daratan Baru (listofer) “Adonara Nuha Nebon”. Ujung kepunahan massal siklus peradaban dunia 3, disebut Arisyo Santos dengan berakhirnya ATLANTIS SANG PUTRA=Manusia, era Kebudayaan, yang ditandai dengan bencana BANJIR Nabi NUH , (dengan ke 3 Putra SEM-CHAM-JAVET ) yang menenggelamkan kekaiseran Atlantis. Bencana tenggelamnya Kekaiseran Atlantis memetakanAdonara Nuha Nebon dalam Kepulauan Solor Purba (“Solor Laga Doni”) mencakup peta seluruh kepulauan wilayah Kekaiseran Atlantis (kecuali Madagaskar dan Selandia Baru, beberapa pulau di lautan Pasifik, yakni Rapa Nui) dalam modelnya seperti sekarang, yang tersimbol dalam Kepulauan Solor!. SEM tertelusuri dalam jejak turunan berposisi di lokasi NAMANG/ NOBO di Ile Boleng, CHAM tertelusuri dalam jejak turunan berposisi di lokasi UA BELEDUN, sedangkan JAVET tertelusuri dalam jejak turunan berposisi di lokasi Raran DOPI dan sekitarnya.

Di ujung siklus 3 (kepunahan massal), Abraham harus meninggalkan wilayah itu atas perintah Tuhan. Abraham keluar dari wilayah itu sebagai Gen dari SEM, ke India, keturunan CHAM ke TIMUR dan Gen Javet ke BARAT Dalam cermatan di Lamaholot terungkap figur Nabi Nuh dan Abraham dengan sebutan “Jawa Palang Ama” dan “Kou (Jou) Boleng Ama”. Nabi Nuh dalam sebutan “Jawa Palang Ama” bermakna sebagai “Bapa Penyelamat Peradaban”. Nabi Abraham dalam sebutan “Kou (Jou) Boleng Ama”. atau “Rou Boli Ama” bermakna sebagai “Bapa Guru Kelembutan, Kesejukan (Kerendahan Hati)”.
Unsur Angi (simbol Roh), tertiup ke dalam unsur air (menjadi manusia gaib Barat)-tertiup ke dalam unsur api (menjadi manusia gaib Timur). Hal itu terjadi di saat angi (simbl Roh, Allah) berusaha menetralisir air yang dingin sekali dalam sinyal cahaya dengan panas-NYA (api) yang panas sekali dalam terang sinar. Proses itu sampai terjadi harmonisasi-keselarasan air/dingin dengan api/panas sehingga menimbulkan awal kehidupan (yang gaib) terpahami secara tersirat dalam akhir siklus peradaban dunia 1. Dalam ilmu pengetahuan proses keselarasan ini tercermati melalui zaman arkeozoikum yakni panas sekali (sangat panas) untuk menetralisir air/dingin yang sangat dingin di awal penciptaan itu. Hasil dari proses zaman arkeozoikum itu yakni adanya dialektika api-air yang menghasilkan kehidupan awal yang disebut zaman Paleozoikum (zaman hidup tua). Zaman hidup tua merupakan era kehidupan manusia gaib unsur api dengan manusia gaib unsur air, di kenal sebagai era Peradaban (kegaiban yang menguasai kehidupan).

Dialektika kehidupan yang terjadi dalam alam kegaiban manusia api dengan manusia air sebagai simbol roh Allah yang melayang-layang divatas (bdk. Kitab Kejadian 1:2). Api, terang, kebenaran dan keagungan kehidupan. Air, kelemahlembutan, kerendahan dan kebaikan hati yang menyelamatkan. Sedangkan angin sebagai penetralisir yang menyejukan air (dari yang dingin sekali) dengan menghangatkan api (dari yang panas sekali). Namun jika pendialektikaan sampai pada titik ekstrim yang panas sekali, “pelate gike” maka terjadi api neraka, menghanguskan. Kalau terjadi dialektika ekstrim yang sangat dingin, “geleten gerara”, maka terjadi air bah, membekukan. Api neraka, setan vs Air bah, jin (Nit’un vs Har’in).

Melalui siklus peradaban dunia 2 terjadi penciptaan manusia alam nyata (unsur tanah, darah) dengan meniupkan angi, napas (simbol roh) ke dalam raga Adam (Ado Pehan) laki-laki (Kelake) yang terbuat dari tanah liat (merah) sebagai manusia alam nyata. Tercermati penciptaan Adam sebagai manusia nyata tidak terhindarkan unsur air (darah) dan api, karena tidak ada suhu (panas) tentu darah membeku. Begitupun tidak ada darah/air, tidak mungkin ada kehidupan manusia, karena Roh, Jiwa berada dalam darah. Maka itu darah selalu menjadi persembahan korban dalam kehidupan/keselamatan manusia nyata. Seperti Nuh setelah selamat dari bencana banjir mengorbankan darah hewan sebagai puji syukur kepada Allah (bdk akhir siklus peradaban dunia 3). Begitupun Abraham dalam mengikat pejanjian dengan Tuhan dicobai mengorbankan darah putra tunggalnya Iskak yang kemudian diganti Tuhan dengan seekor anak domba jantan (bdk siklus peradaban 4). Juga Musa setelah menerima 10 Perintah Allah dipesankan untuk disampaikan kepada umat israel persembahan kurban bakaran (darah hewan) dan menghormati hari Tuhan di perkemahan (bdk siklus peradaban 5). Memuncak melalui pengorbanan darah dan nyawa di Salib (simbol alam-manusia) oleh Yesus Kristus sebagai anugerah keselamatan manusia nyata (bumi) dan alam semesta (manusia gaib) (bdk siklus peradaban 6).

Abraham Bapak Bangsa, Identitas Israel-Yahudi, Kitab Taurat
Abraham sebagai bapa bangsa Israel yang dipilih Tuhan (sintesa), yakni sebagai jalan keluar terhadap seluruh kehidupan manusia turunan Nuh penuh dosa saat itu (antitesa), tidak sesuai kemuliaan yang telah diberikan Allah (tesis). Kehendak Allah, bahwa dari Abraham kelak lahir suku-suku bangsa yang memenuhi seluruh muka bumi, banyaknya bagai pasir di laut, dan memuliakan-Nya. Namun Israel sebagai suatu bangsa pilihan Tuhan, dalam dinamika sejarah kehidupan senantiasa penuh kontradiksi. Nampak dari pemanipulasian kesulungan oleh Yacob si adik dengan bantuan ibunya terhadap Esau (si kakak). Sedikit banyak hal ini mengulang kisah anak kandung Abraham Ismail dari Hagar sebagai isteri kedua, dan Iskak dari Sara sebagai isteri pertama .

Kontradiksi sejarah kehidupan bangsa Israel sebagai manusia pilihan Allah terus berlanjut dalam kehidupan keluarga Jacob bersama ke 12 anak laki-lakinya. Penjualan putra ke 11 si Jusuf oleh kakak-kakaknya kepada saudagar, dilandasi rasa irih karena bapa mereka Jacob lebih menyayangi si Jusuf dan putra bungsu Benyamin. Kelak memetakan ke 12 putra itu sebagai yang dianggap layak mewarisi hak kesulungan jatuh pada Yehuda bukan pada si Ruben yang sulung. Maka turunan Yehuda dan Benyamin (si Bungsu), di wilayah selatan yang dikenal sebagai orang yahudi (Yerusalem). Sedangkan turunan ke 10 saudara lainnya di bagian utara sebagai orang israel (Nasaret). Tentu pemetaan (Israel-Yahudi) ini terjadi sesudah terlewatkan berbagai kotradiksi kehidupan yang dialami bangsa israel selama perbudakan di Mesir, selama perjalanan keluar dari Mesir. Antara lain tidak terluputkan keluhan dan kedongkolan umat israel terhadap Allah, dan puncaknya konradiksi penyembahan lembu emas di kaki gunung Si Nai oleh umat Israel di saat Musa sedang menemui Allah di puncak Si Nai menerima 10 Perintah Allah.

Litani panjang kontadiksi kehidupan bangsa israel di Israel setelah terbebaskan dari perbudakan di Mesir, melahirkan pemetaan baru orang Israel dengan orang Yahudi (bdk. Robert B. Coole and David Robert Ord. “In the Beginning Creation and the Priestly History”. Diindonesiakan “Pada mulanya: Penciptaan dan Sejarah Keimaman” Oleh Jessica Christiana Pattinasarany, Kata Pengantar Prof. Pdt. John A.Titaley, Th.D., Salatiga UKSW-Jakarta Gunung Mulia, 2011). Pemetaan ini terjadi sebagai akibat kehancuran kerajaan Israel di Utara sekitar 721 SM yang ditaklukan oleh Asyiria dan penaklukan kerajaan Israel di Selatan (Yehuda) yang dilakukan oleh Babylonia 586 SM – 538 SM. Asyria menghancurkan Isreal di utara dengan menawan para elit israel ke Asyur, dan memasukan orang-orang dari suku bangsa yang dikuasainya ke israel utara dan bercampur baur, kawin mawin dengan orang israel di utara. Berbeda dengan Babylonia yang menawan kaum elit israel di selatan namun tidak memasukan bangsa lain yang dijajahnya ke wilayah selatan israel itu. Kemudian saat Babylonia ditaklukan oleh bangsa Persia, dan pertimbangan luasnya wilayah kekuasaan jajahannya, maka Persia memberikan otonomi kepada Israel selatan. Otonomi dengan mengirim kembali kaum elit israel dari Babylonia untuk mengatur wilayah israel selatan. Ketika para elite Israel kembali dari Babylonia untuk menata kehidupan otonomi bangsa Israel di wilayah selatan, maka sesungguhnya bangsa Israel di wilayah Utara sebagai umat Tuhan itu sudah kabur. Kekaburan indetitas itu antara lain menimbulkan penolakan...”tidak ada nabi yang datang dari galilea” (bdk. Yoh. 7:52b). Sesungguhnya menegaskan pemetaan orang Israel dengan orang Yahudi, (hal.xv) .

Kontradiksi kehidupan orang Israel di selatan yang merasa lebih percaya diri sebagai israel yang masih murni dan menyebut diri Yahudi, terus berlansung. Setelah lepas dari perbudakan Babylonia (586-538 SM) dan dijajah oleh Persia (538-332 SM), diikuti oleh penaklukan Alexander Agung dari Makedonia (332-301 SM), diteruskan oleh penguasaan Ptolemeus dari Mesir (301-198 SM). Dilanjutkan oleh penaklukan Seleukid dari Syria (198-140 SM), menandai kebebasan kaum Yahudi atas perjuangan Imam Matatias dari keturunan Hasmonean yang dikenal sebagai Makabe. memerdekakan Yahudi (140-63 SM). Namun Romawi mulai menjajah Yahudi (63 SM-1948 M), menghancurkan Yerusalem dengan Bait Suci II (70 M), seolah-olah ceritra kegemilangan bangsa Yahudi lenyap dari sejarah bangsa-bangsa sampai 1948 ketika negara Israel moderen diproklamasikan (hal. xvi) .

Demikian kontradiksi kehidupan bangsa Israel sebagai umat pilihan Allah melalui bapa bangsa Abraham, sehingga dalam merumuskan jati diri mereka sebagai umat Tuhan ditelusuri dokumen-dokumen dalam sejarah bangsa Israel-Yahudi yang diperkirakan sekitar 458-398 SM, terkumpulah apa yang kini disebut Taurat, yakni kumpulan naskah yang terdapat dalam Kitab Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan, dan Ulangan. Tulisan-tulisan itu yang sebenarnya tulisan Y, E, tambahan dari P dan DH (untuk Kitab Ulangan) telah menjadi acuan utama bagi kehidupan bangsa Yahudi secara sosial, politik dan keagamaan pada waktu itu. Identitas keyahudian mulai terbentuk dengan kitab-kitab tersebut sekaligus sebagai awal dari proses kanon (kanosisasi/penetapan) Alkitab Ibrani. Penetapan Taurat ini kemudian diikuti dengan penulisan ulang sejarah bangsa Yahudi mulai dari Adam sampai dengan kembalinya bangsa Yahudi dari pembuangan di Babylonia dan pembangunan Bait Allah II (dalam 1-2 Tawarikh, Kitab Ezra dan Nehemia) ( Bdk. Robert B. Coole and David Robert Ord. hal.xvi, Bab 2. “Lebih dari Satu Kisah tentang Penciptaan”, hal.22-45, Bab 4. “Merevisi Sejarah Resmi”, hal. 46-56) .

Penetapan Taurat sesungguhnya didahului dengan ditemukan Kitab Taurat yang merupakan aturan-aturan di Israel Utara yang dibawah ke Yerusalem (di Selatan) ketika Samaria dihancurkan oleh Asyria (721 SM). Kitab Taurat yang ditemukan itu kini terdapat dalam Kitab Ulangan psl 12-28. Bagian Awal dan Penutup dari Kitab Taurat itu ditambahkan pada Yosia menjadi raja (641/0-609 SM) yang menyerukan reformasi dengan penyatuan Israel Utara dengan Israel Selatan (Yahudi) yang dikenal kemudian sebagai Sejarah Deuteronomi (sumber DH) dari bahasa asing untuk Kitab Ulangan. Reformasi yang dikenal dengan sumber DH, sampai saat ini tertelusuri terdapat dalam Kitab Ulangan, Yosua, Hakim-hakim, , 1-2 Samuel. 1-2 Raja-raja (hal xiv). Kemudian kelompok para imam (sumber P) mengedit tulisan-tulisan yang sudah ada terdahulu yaitu tulisan Y dan E. Pekerjaan editing menyangkut seperti ceritera jenis binatang yang harus dibawah oleh Nuh dalam bahteranya. Ceritera yang semula ditulis oleh Y disebutkan tujuh jenis binatang saja (Kej. 7:2-3), sedangkan oleh P ditambahkan lagi segala jenis binatang (Kej. 7:13-16). Juga seperti penambahan bab 1 dalam Kitab Kejadian (sumber P) tentang Penciptaan, yang lebih dahulu telah ditulis sumber Y dalam bab 2 (Bdk Robert B. Coole and David Robert Ord Bab 3. “Siapakah yang Menulis Kejadian Satu?”, hal. 34-45, Bab 5. “Semuanya Menjadi Jelas”, hal. 58-67).

Tema eskatologi nampak kuat mempengaruhi para imam Bait Allah II (P) dalam menyempurnahkan tulisan YE demi merumuskan kembali jati diri bangsa Yahudi yang hancur dalam litani panjang penaklukan bangsa lain. Tema tentang hari akhir sejarah kehidupan manusia dalam kehidupan bangsa Yahudi, berhubungan perlakuan tidak adil bagi rakyat yang ditunjukan kaum elte tertentu Yahudi, yang mendapat ganjaran setimpal dari Allah. Demikian kesaksian nabi-nabi dari dulu sebelum kehancuran Bait Allah I (587 SM) oleh Babylonia (kelak mengulang dalam kehancuran Bait Allah II, 70 M oleh Romawi). Kehidupan eskatologis elite israel sebelum kehancuran Bait Allah I mendapatkan pendalamannya dengan hadirnya Zoroaster agama bangsa Persia. Kehadiran zoroaster saat Persia membebaskan elite Yahudi dari belenggu perbudakan Babylonia, melalui pemberian otonomi di Yudea, Yerusalem Selatan. Pemberian otonomi ini membangun kesadaran para imam yang mendalam tentang eskatologi menuju kehidupan yang kudus, sempurna seperti TUHAN demi menghadapi penghakiman di hari akhir/kiamat. Walaupun para elite israel-yahudi gagal lagi dalam kehidupan eskatologis seperti yang dialami dan dikritik oleh Yesus, kemudian meramalkan kehancuran Bait Allah II, yang terjawab dalam tahun 70 M.
Penegasan kehidupan yang kudus dalam menekankan eskatologi (perjumpaan dengan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari ) menjadi spirit dasar para imam (sumber P) menambahkan rumusan sumber Y. Para imam menegaskan itu dalam naskah sumber P menambahkan dalam rumusan sumber Y tentang perjanjian Tuhan: (1). Perjanjian dengan Nuh dalam kisah banjir/air bah dalam simbol pelangi bahwa Tuhan tidak akan mendatangkan lagi air bah, dan menegaskan makanan halal bagi manusia. (2). Perjanjian dengan Abraham berupa sunat untuk kaum laki-laki. (3). Perjanjian dengan Musa setelah menerima Taurat untuk beribadah pada hari Sabat. Tambahan sumber P itu dimeteraikan imam-imam dalam kisah penciptaan Kitab Kejadian Pasal 1. Kisah penciptaan yang terjadi dalam waktu 6 hari yang diakhiri dengan istirahat pada hari ke 7 dan menguduskannya. Begitu tertib ciptaan yang ditakdirkan saling dialektik menyatu dalam satu kemuliaan/kekudusan-Nya. Tentu hal ini tidak terlepas melalui tangan Koresh raja Persia membebaskan elite yahudi dari perbudakan Babylonia, dengan memberikan otonomi bagi Yahudi untuk mengatur tatanan sosial-politik-religius kehidupan rakyat dan umat melalui para Imam era Bait Allah II (bdk. Robert B. Coole and David Robert Ord. hal. xviii, Bab 4. “Merevisi Sejarah Resmi”, hal.45-56, Bab.7. Sub Judul “Sunat, Identitas, dan Loyalitas” ,hal.80-90, Bab.8.Sub judul “Hari Sabat Keimaman”, hal. 91-112, Bab.9. “Dunia yang Terpusat di dalam Sebuah Kemah”, hal. 113-124). 

Kisah kontras perjalanan panjang kehidupan bangsa Yahudi bermula dari Abraham sebagai bapak bangsa ibrani, terwaris Yacob sebagai bapak bangsa israel, diturunkan kepada Yehuda sebagai bapak bangsa yahudi. Merupakan kisah tragis dan paradoks bagi Yahudi sebagai bangsa pilihan dan terberkati oleh Allah (sumber Y). Spirit sebagai umat pilihan dan terberkati Allah, telah menjadi kekuatan mereka dalam menyadari dan memaklumi setiap litani perbudakan yang dialami sebagai hukuman Yahwe, Allah atas dosa-dosa mereka. Kesadaran dan pemakluman itu melalui kehidupan eskatologis yang dialami para nabi, kemudian menjadi dasar imam-imam (sumber P) membangun tatanan baru keyahudian yang kudus di Bait Allah II sebelum dihancurkan oleh Romawi (70 M). Melalui tatanan baru membangun kembali jati diri keyahudian itu, sesungguhnya lahir Kekristenan dan Keislaman, dua agama yang pengikutnya sangat besar di dunia. Namun yahudi-israel tetaplah bangsa yang konradiktif dengan meragukan Yesus sebagai mesias sang penyelamat (“membuang batu penjuru”), lalu terserak lempar-terceraiberai di dunia nyata. Walaupun kemudian terjadi upaya penyatuan melalui proklamasi negara Israel moderen 1948, yang masih menunai konradiksi sampai kekinian.

Rekonstruksi Penciptaan
Naran “Amak Tèla” wollo lolon ''tobo tibano”, moon tena Tobitanabole, tobo maan tuan yurumudi, sampe maan nuanem dei, moon lera ilelolon, ti tenatika Ama,,=RERA GERE sampe RERON TUKAN. ''Kaka Lolon Ladoangi”, “pae leduno” moon Laya Labilango ara, pae maan rayabelawahe, singga musin haka natan noon seni laga woka, ti tenatika, = RERON TUKAN sampe RERA HELEN. Wutu wutu doan doan pai de sumi laka lere, rere rere lodo nele sadan dei go penuket wutun ubun woloho wulo luo lolon unne tou laik ulun ulin alane HADUN BOLEN. Makna hakiki ungkapan lamaholot dalam menegaskan “Roh” yang transenden, pendialektika kehidupan (serasi-selaras, harmonis) dalam pandangan heliocentris (matahari). Roh yang selalu adil menuntun hidup kehidupan dalam pergumulan mencapai puncak kesempurnaan yang utuh, kokoh ibarat gunung batu, Hadun Bolen.

Transeden (“paken-hane ro naku tawen noon taan toi ro tewan hala, tede tao onet onen tukan, ti onet megeh, liwo te onet nimun taan tuben net mekah”), yakni Roh. Semua perenungan dan pertanyaan tentang suatu kehampaan apakah mutlak atau relatif tentu memerlukan jawaban melalui suatu kajian yang tidak hanya idealis (kirin 5, teori, pikiran, “tede kirin” =BARAT, arin) dan materialis (kirin 5 praktek. “tete taan”=TIMUR, kaka), melainkan mendialektikan keduanya secara selaras: koda 10. Supaya kelak akan membuktikan letak (lokasi) arah Timur Terjauh-Barat Terjauh, tempat Matahari terbit yang sesungguhnya. Tempat Awal Mula Peradaban dan Awal Mula Kebudayaan: Penciptaan, kemudian tersebar ke Timur (Pana, Mbana, Banda) dan tertabur ke Barat (Hawu, Sawu). Menjelaskan letak Benua yang hanyut (hilang) sebagai tempat Roh (Koda 10) yang terformulasi kelak dalam Idealisme (kirin 5 ke Barat), arin dan Materialisme (kirin 5 ke Timur) Kakan. Saling berdialektika (Kapitalisme/Barat=JIWA -Sosialisme/materialsme/Timur=RAGA: Pancasila/Poros/Timur Terjauh-Barat Terjauh=ROH).

Bagaimana Roh itu menjadi Sabda/Firman dan membentuk langit (manusia gaib) sebagai era Awal Peradaban. Begitupun Roh itu menjadi Sabda/Firman dan membentuk bumi (manusia nyata) sebagai era Awal Kebudayaan. Berbagai keragaman dan unikum penampakan Langit dan Bumi dan segala isinya, bagi filsuf Hegel merupakan hal alamiah pertama yang harus dipandang sebagai kemungkinan khusus. Dari situ Ruh (Roh) suatu bangsa di dunia terus berkecambah, dan di antaranya ada Dasar Geografis. Dari sana tercermati dasar geografisnya dalam identitas dan eksistensi ATLANTIS, Atalahatala Adonara, Adonara Nuha Nara Nebon.
Terdeskripsi penciptaan langit (manusia alam gaib) dan bumi (manusia alam nyata) dalam paradigma Adonara Nuha Nara Nebon:

1.         Manusia alam gaib unsur api-angin terindetifikasi "Arakian Ile Lolon dan Peni Masan Dai” (bdk akhir siklus peradaban dunia 1). Menjelaskan turunan dan lokasi kediaman "Nele Lewo Lema-Laka Lewo Pulo" di pantai selatan Adonara posisi timur Ile Boleng, antara lain mulai dari pantai Lama Nele Reren (Boleng), Nobo, terus naik ke Lama Nele Belolon, Lama Laka, Lama Bayung. Memuncak di lereng sisi timur Ile Boleng di atas "Wai Jara" (Wai Raya) bersambung dengan lereng barat Ile Bore di kenal lokasi "Ua Beledun" dan lokasi “Kemoti”. Kemoti secara hakiki bermakna sebagai simbol awal penataan tatanan kehidupan berperadaban dan berkebudayaan (“Kemoti-Ke-Motin, betin, bitin, tawan gere dei lodo Nobo tobo nuku gute gukut tutu gasik epu lekat odo dopo naot nawo nai ada uli, gasik tuen gawe balik pepa ewa uli epa ada nawan beliwo beliwun one, meten tobo Nobo, hukut dei ito dawa nuku suku uku gahin Lewo Tana”). Ua Beledun secara hakiki menunjuk tempat awal pembuatan perahu dari pohon Ua yang dipotong untuk pembuatan perahu, sehingga pohon-pohon itu tetap “beledun” (tidak tumbuh besar menjadi pohon) yakni tetap seperti tunas-tunas yang tumbuh dari bekas pohon yang dipotong). Lokasi ini mengindikasikan awal penyebaran manusia ke Timur dalam replikanya kelak di Cina dan Arab.
2.         Manusia alam gaib unsur air-udara "Masang Raya-Peni Masan" Bukit Seburi (bdk akhir siklus peradaban dunia 1). Menjelaskan turunan ke alam nyata "Kelen lewo lema- Keda Lewo Pito". Terdeskripsi dari pantai selatan adonara (posisi barat Ile Boleng): antara lain Lewo Kelen, Langkiru naik ke arah atas Lewokeda, Tobi, sampai di sisi Barat puncak Ile Boleng "Raran Dopi", di sekitar itu pemukiman purba Lamahoda, Lama Ile, Lama Nepa, Riang Hepat. Lokasi ini mengindikasikan awal penyebaran manusia ke Barat dalam replikanya kelak di Mesir, Yunani, Roma.
3.         Manusia alam nyata unsur tanah-angin, darah, “Kelake Ado Pehan-Kewae Sode Boleng” (bdk siklus peradaban dunia 2). Di bawah lokasi Wai Jara (Wai Raya) ada "Wato Namang", di atas Namang itu ada bekas lokasi pemukiman Helan Lamawuyo. Merupakan satu urutan dengan pemukiman di pantai selatan, Lama Helan. Sampai kekinian orang-orang dari desa Lamahelan yang melakukan ritus magis religius di wato namang dalam kaitan keberadaan Ile Boleng. Mendeskripsi keberadaan watonamang sebagai “korke”, tempat persembahan, menegaskan tempat perjumpaan "Apa Utan" (alias Kewae Sode Boleng) dengan "Keribe Tilu Wuang" (alias Kelake Ado Pehan) tentu ini sebagai ciptaan alam nyata, unsur tanah, air (darah) dan angin (roh). Lokasi ini mengindikasikan keberadaan daratan baru (listofer) wilayah Poros, dalam ungkapan firdaus. Juga tempat ini mengindikasikan Abraham hendak mempersembahkan putra tunggalnya Iskak waktu itu. Poros dalam replikanya kelak ada di India, Israel, Yerusalem.
4.         Manusia Alam Gaib dan Manusia Alam Nyata tesatukan dalam “Bahi Lewo Buto (8)-Hingan Tana Lema (5)” (bdk siklus peradaban dunia 3). Tertelusuri dari Lewo Buto pantai utara adonara menyusuri “Wekak“ menuju ke puncak Ile Boleng arah Utara sisi Timur, di lokasi “Lusi Kawak”. Berujung Nuh sebagai Bapa Penyelamat Peradaban di akhir siklus peradaban dunia 3 dengan tiga orang putranya yang sulung Sem, Cham, Javet (bungsu). Sem si sulung sebagai penggambaran manusia POROS yang kelak terturunkan ke Abraham sebagai Bapak Bangsa yang diperintahkan Tuhan meninggalkan wilayah Poros untuk pindah ke India sebagai bagian wilayah Poros, replikanya di Israel dan Yerusalem. India dalam posisinya yang kekinian karena dialektika geolologi di akhir siklus peradaban dunia 2. Sedangkan Cham dengan turunannya mewaris manusia gaib api, ada yang menyebar ke Timur dalam replika di Cina, Arab . Berikut Javet dengan turunannya mewaris manusia gaib air, ada yang menyebar ke Barat dalam replika di Mesir, Yunani, Roma.

Bagian bawah lokasi Raran DOPI ada lokasi Gua Alam Rian Wale, bekas kediaman 7 bersaudara laki-laki anak dari Kewae Sode Boleng-Kelake Ado Pehan. Lokasi ini menjelaskan “Israel”-nya Yacob yang berputrakan 12 orang , sedangkan di lokasi ini berputra 7 orang. Kemudian saat umat israel kembali dari Mesir, terdeskripsi arus balik Sina-Jawa ke Adonara dalam dua gelombang awal via pantai selatan (transit Solor), dan gelombang terakhir (gelombang 3) via pantai utara Adonara, (transit Lewotolok, Lembata) di kenal arus balik timur Serang Gorang. Sedangkan dari barat sebagai arus balik barat Kore Bima.
Dengan demikian naskah penciptaan dalam Kitab Suci yang ditulis sumber Y, kemudian ditambahkan oleh sumber P dalam rentang waktu 458-398SM, sesungguhnya terpahami dalam rekonstruksi berdasarkan penciptaan manusia berparadigma adonara nuha nara nebon. Karena tambahan rumusan yang dilakukan sumber P dari yang telah dirumuskan sumber Y itu, dilakukan berdasarkan perjanjian Tuhan dengan Nuh, Abraham, Musa. Dalam perjanjian Tuhan dengan Nuh itu sesungguhnya menegaskan kesalehan hidup Nuh untuk diteladani anak cucunya. Nuh berusaha hidup di jalan yang saleh, bijak, “nele lewo lema” (nele=jalan, lewo=tempat berlindung, lema (5)=keadilan, kebijakan, kesalehan), untuk menggapai kesempurnaan, ketentramam, kebahagiaan, kedamaian “laka lewo pulo” (laka=perburuan=berburu, pergumulan=bergumul, lewo=tempat berlindung, pulo (10)= kesempurnaan).

Sedangkan perjanjian Tuhan bersama Abraham sebagai Bapak Bangsa yang dijadikan sumber P untuk menambah rumusan Kitab Suci dari Sumber Y, sesungguhnya menegaskan kesalehan, kebijaksanaan diri melalui kerendahan hati si Bapak Bangsa yang perlu diteladani oleh anak cucu. Kesalehan sebagai manusia langit “kelen lewo lema (5)”, hanya digapai melalui kerendahan hati dengan mampu menggapai tujuh anak tangga “keda lewo pito (7)”, keda’n =tangga, lewo=tempat berlindung, pito=tujuh (7)=kerendahan hati untuk menjadi tiang penyangga yang beranak tangga tujuh menghubungkan langit-bumi.

Berikut perjanjian Tuhan kepada Musa yang digunakan sumber P dalam menambah rumusan Kitab Suci dari sumber Y, menegaskan kehendak Tuhan agar umat Israel yang telah dibebaskan dari perbudakan Mesir harus hidup bersatu dan menguduskan Tuhan dalam kehidupan sehari-hari dan menguduskan hari Tuhan pada hari ke 7, yakni berdoa, bersyukur dan berterimakasih. Bersatu dengan Tuhan dalam simbol langit bersatu bumi, “bahi lewo buto (8)”. Bersatu itu melalui hidup sehari-hari yang berjumpah dengan Tuhan (eskatologis), sehingga kehidupan sebagai sebuah kemah suci, “lusi kawak”, dan menguduskan hari Tuhan pada hari ke 7 di lokasi “lusi kawak” yakni di lokasi kemah suci (bdk gereja, mesjid). 

Gereja, Mesjid untuk bersyukur dan berterimakaih sebagai pengkonkritan dari “keda’n 7” = tangga beranak 7 menghubungkan langit-bumi. Dalam hubungan “hinga tana lema (5)”, hinga=poros , mempertemukan, persinggahan, tana lema (5)= tempat, lokasi yang bijak, saleh, menegaskan makna lain dari “lusi kawak”. Tertelusuri “lusi kawak” secara harafiah sangkar (“kawak”) dari burung Elang (“lusi”). Burung Elang simbol lain dari Burung Garuda (Burung Matahari), yakni burung penghubung langit-bumi. Dalam pembuatan Sangkar Elang (“lusi kawak”), syarat utamanya selalu ada ranting kayu gaharu sekecil apapun, yang menegaskan itu sebagai sangkar kudus, tempat kudus, kemah suci untuk bertemu dengan Tuhan.

Penghormatan Simbol menjebak kepada Penyembahan
Kitab Suci dalam pikiran dituliskan (Barat) dalam bahasa simbol, terlihat mata melalui simbol-simbol nyata ditunjukan (Timur). Sedangkan dalam nurani ditorehkan di relung terdalam secara sempurna (Poros), yang tidak dapat dipikirkan dan dilihat secara sempurna, apalagi dituliskan. Namun diimani dengan teguh dan teryakini secara dasyat. Maka itu diperlukan keserasian-keselarasan kedasyatan keyakinan bertradisi dengan keteguhan iman beragama dalam kehidupan sehari-hari. Hal itu yang sesungguhnya menjadi jiwa ilmu pengetahuan dan raga penerapan teknologi sehari-hari demi kemanusiaan manusia dan kelestarian alam dan lingkungan hidup. Dibutuhkan ke depan sesungguhnya rekonstruksi pengetahuan umum tentang penciptaan manusia yang mencakup keberadaan manusia gaib (Ape-Rera, Api dan Helan-Wai, Air, Angi, Angin. Kelen, langit (Rera-Wulan) dengan manusia nyata (Tana, Tanah), bumi (Tanah-Ekan). Keberadaan mereka yang selalu saling dialektik (saling menyempurnahkan) dalam keyakinan magis-religius Lewotanah. Pendialektika adalah Allah itu sendiri, dalam simbol Roh, trasenden.

Dalam keyakinan magis-religius lewotanah menegaskan hubungan langit (manusia gaib), Utara-bumi (manusia nyata), Selatan: Vertikal. Sedangkan hubungan manusia gaib laki-laki, Barat dengan manusia nyata perempuan, Timur: Horisontal. Dialektika vertikal (Peradaban)-horisontal (Kebudayaan) = Salib, Cross. Kegaiban manusia dalam simbol-simbol (zat): Sinar-terang api matahari (ape-rera), Sinyal-cahaya air (helan-wai), Angi, angin penyejuk, penetralisir dan penyatu, Kelen, langit (tempat matahari-bulan, Rera-Wulan), Tana, tanah (Tanah-Ekan). Sinar, terang api-matahari (manusia gaib api), sesungguhnya simbol Allah sendiri yang awalnya dalam sinyal cahaya di kegelapan air (manusia gaib air). Allah dalam simbol roh (angi,angin), manusia gaib angin melayang-layang di atas permurkaan air yang dingin sekali untuk menetralisir dengan memunculkan pelate ape, api panas yang sangat panas. Sangat dingin-sangat panas saling dialektik sehingga terjadi harmonisasi, keselarasan-keserasian panas-dingin demi menegaskan kehidupan (manusia gaib) unsur api “nele lewo lema (5)-laka lewo pulo (10)” , manusia gaib Timur dan unsur air “kelen lewo lema (5)-keda lewo pito (7)”, manusia gaib Barat.

Manusia gaib di langit (“kelen”), manusia langit, “kelen lewo lema (5)’. Mencapai manusia langit melalui kelembutan-kerendahan hati sehingga mampu menaiki/melalui tangga beranak tujuh (“keda’n matan pito”), “Keda lewo pito (7)” yang menghubungkan bumi-langit. Tersatukan manusia gaib (langit) dan manusia nyata (bumi) dalam “bahi lewo buto (8)” melalui hidup nyata yang bijaksana dalam mengabdi “hinga tana lema (5)”, dan berdoa, bersyukur, berterimakasih di “lusi kawak”, kemah suci. Filosofi kehidupan demikian yang menjadi spirit terjadinya perjanjian TUHAN, seperti dengan Nuh karena kesalehannya, maka diperintahkan untuk membuat perahu demi menyelamatkan diri dan keluarga dari bencana air bah. Setelah air bah maka ditempatkan Tuhan busur di langit untuk mengingatkan-Nya tidak akan mendatangkan air bah lagi. Maka itu anak cucu Nuh dalam hidup harus memakan makanan yang haram. Perjanjian dengan Abraham karena kerendahan hati dan kelembutan sehingga TUHAN memilihnya sebagai Bapa Bangsa. Perjanjian disyahkan dengan darah anak domba, yang awalnya dicobai TUHAN dengan darah putra tunggalnya Ishak. Dalam perjalanan ditandai dengan “sunat” untuk menegaskan manusia turunan Abraham. Bersama Musa dalam 10 Perintah Allah, menghendaki kehidupan eskatologis (perjumpaan dengan TUHAN) sehari-hari yang dituliskan dalam 10 Perintah Allah. Kehidupan yang kudus senari-hari, dan menghormati/menguduskan hari TUHAN, berdoa, bersyukur, berterimaksih melalui persembahan kurban di kemah suci, bait Allah.

Allah, Tuhan yang trasenden itu terpahami dalam simbol-simbol: (1). Sinar terang (menerangi jalan) kehangatan di siang hari sebagai matahari (“ape-rera”), (2), Sinyal cahaya (mencahayai malam) kelembutan di malam hari sebagai bulan-bintang (“helan-wai”), sekaligus menuntun kehidupan dunia malam para pelaut di malam hari. Simbol-simbol ini yang di waktu lampau menjebak penyembahan kepada matahari melalui dewa matahari–bulan (heliocentrisme) sebagai sumber terang, cahaya kehidupan. Juga penyembahan kepada pohon-pohon (Floracentis) dan mata air (geocentris) sebagai sumber kehidupan dan keselamatan, “karo puken-wai matan”. Berikut ular (faunacentris) sebagai simbol air (kelemahlembutan dan kerendahan hati), sedangkan air sebagai simbol matahari (terang, jalan, kebenaran, hidup). (3). Rasa kesejukan sepoi-sepoi angin (angi) yang menetrasilisir kehidupan sangat dingin air-sangat panas api, demi menyejukan kehidupan menyatu langit (kelen: rerawulan)-bumi (tanahekan). Simbol-simbol ini seharusnya hanya sampai pada batas penghormatan untuk fokus persembahan kepada yang transenden yakni Allah, Tuhan. 

Batas-batas penghormatan kepada simbol-simbol untuk fokus penyembahan kepada Allah itu, yang tidak terjadi waktu era Kekaiseran Atlantis sehingga terjadi banjir bah Nuh. Juga tidak terjaga saat kehidupan anak cucu Nuh sehingga terjadi hujan belerang api dari langit yang mengeluarkan Abraham dari wilayah asli kediamannya. Membuat umat israel menyembah lembu emas di saat kejenuhan mereka menunggu Musa turun dari puncak gunung Sinai. Menjebak umat israel (di wilayah Utara) menyembah Dewa Baal sehingga ditaklukan oleh Assyria, sedangkan Yudea di selatan ditaklukan oleh Babylonia. Berkembang sebagai penyulut konflik polyteisme dengan monoteisme dalam kehidupan kegamaan, tidak mengakui Allah Tritunggal, satu Allah tiga Pribadi Berujung penolakan/ketidakpercayaan terhadap Yesus, yang datang untuk menyelamatkan mereka sebagai umat/bangsa pilihan Allah. “Mengapa orang Yahudi tidak percaya. Dan Yesus mengadakan begitu banyak mujizat di depan mata mereka, namun mereka tidak percaya kepada-nya. Supaya genaplah firman yang disampaikan oleh Nabi Yesaya:Tuhan, siapakah yang percaya terhadap pemberitaan kami? Dan kepada siapakah tangan kekuasaan Tuhan dinyatakan? Karena itu mereka tidak dapat percaya, sebab Yesaya telah berkata juga: Ia telah membutakan mata dan mendegilkan hati mereka, supaya mereka jangan melihat dengan mata dan menanggap dengan hati, lalu berbalik, sehingga aku menyembuhkan mereka” (Yohanes 12:37-40).

Penutup
Penulisan Kitab Kejadian (sumber Y) tentang Penciptaan bersumber dari mitos-mitos penciptaan yang berasal dari Mesopotamia Kuno dan Mesir Kuno (bdk Robert B. Coole and David Robert Ord. Bab 1. “Apa Sebenarnya Isi Kisah-kisah Penciptaan”, hal. 6-21) Kedua wilayah ini yang dibuktikan oleh Arysio Santos dan Stephen Oppenheimer berada di Indonesia. Bangsa Mesir mengakui bahwa Indonesia adalah Punt yang merupakan tanah leluhur (Tower ), Pulau Api, tempat bangsa Mesir semula berasal, pada zaman dahulu sekali. Bangsa itu terpaksa keluar karena bencana alam yang meluluhlantakkan tanah asal mereka, Indonesia (Punt), mereka pindah ke Tanah Harapan di Timur Dekat. Mesir adalah Het-ka-Ptah, “kediaman kedua Ptah” . Ptah adalah Pencipta Tertinggi dalam pantheon Mesir. Dia melambangkan paideuma, yaitu seluruh kebudayaan dan peradabannya. Dari “Tanah Para Dewa” inilah bangsa Arya, Yahudi, dan Funisia juga berasal, demikian juga beberapa bangsa lain berketurunan campuran yang membangun peradaban luar biasa di masa kuno, termasuk bangsa Amerika (Arysio Santos, hal. 131) .

Dari benih, turunan manusia-manusia atlantis surga yang bertahan hidup dari bencana alam terdasyat, dalam pengembaraan mereka sebagai pahlawan dan dewa-dewi peradaban di berbagai belahan bumi, mewariskan semua peradaban besar. Peradaban besar yang muncul dan terbicarakan dalam semua tradisi prasejarah dan sejarah peradaban lembah sungai Indus, Mesir, Mesopotamia, Hatti, Yunani, Minoa, Kreta, Romawi, Inca, Maya, Azrec, dsbnya. Ditegaskan oleh Arysio Santos, bahwa peradaban besar dimaksud bukan sekedar sebuah kebetulan membicarakan para pendiri peradaban asli sebelum ditenggelamkan (hilang) oleh bencana air bah. Bahwa sebenarnya mereka yang menemukan budaya bercocok tanam, serta teknik dan seni lainnya, sebelum bencana air bah menenggelamkan (hal 27) .
Dalam Stephen Oppenheimer ditegaskan bahwa lokasi surga selalu mengkhawatirkan para ahli injil , terutama dikarenakan gambaran hutan yang subur dalam Kitab Kejadian adalah sama sekali tidak sesuai dengan informasi yang kita dapatkan mengenai lingkungan Mesopotamia Kuno. Curah hujan kemungkinan lebih baik 6.000-7000 tahun lalu, tetapi tidak ada yang sesuai dengan gamabaran surga, serta hutan tropis seperti di Asia Tenggara. Bangsa Mesopotamia dan Mesir Kuno menggambarkan wilayah mereka masing-masing jauh melintasi perairan menuju terbitnya Matahari, yaitu di Timur (hal. 622) . 

Bagi Arysio Santos, hanya dengan perantaraan sebuah kekaiseran dunia dapat terjadi proses difusi peradaban tingkat dunia, setelah akhir zaman es (revolusi neolitikum). Bahwa ketika bencana dasyat menghancurkan surga atlantis Indonesia, mengirim pergi sedikit dari manusia yang selamat ke berbagai tempat, sebuah diaspora besar-besaran. Sebagian besar kemajuan yang diperlihatkan oleh peradaban tersebut, jelas-jelas mengandung petunjuk yang memperlihatkan bahwa berasal dari India. Namun sesungguhnya lebih tepat berasal-usul dari sebuah wilayah luas yang sekarang tenggelam, yang kini bernama Indonesia, yang dulunya merupakan bagian integral dari India sendiri (hal 24-25) . Kekaiseran Dunia dimaksud sebagai sebuah tata susunan masyarakat sipil yang berperadaban tinggi menurut filosof Plato, dielaborasi oleh Arysio Santos sebagai Salib Atlantis (hal 194-202, dan 261-263) , yang selama ini dipraktekan oleh suku bangsa Lamaholot dengan sebutan Lewotanah. Tatanan lewotanah menggambarkan dialektika peran peradaban dan kebudayaan, manusia gaib dan manusia nyata: keberadaan manusia gaib (Ape-Rera, Api dan Helan-Wai, Air), Kelen, langit (Rera-Wulan) dengan manusia nyata (Tana, Tanah), bumi (Tanah-Ekan). Keberadaan mereka yang selalu saling dialektik (menyempurnahkan). Pendialektika adalah Allah itu sendiri, dalam simbol Roh (Angi), angin. ***
  • Dataran Oepoi, Kota Karang Kupang, Tanah Timor, 7 Desember 2015
  • Catatan ini terinspirasi pula dalam pendakian Ile Boleng II. tanggal 7- 8 Oktober 2015. Rombongan pendakian terdiri dari Piet Dosinaen, Daniel Ama Nuen, Januarius Jawa Bala Lamabelawa (JeBe Elbe), Jhon Rou BoliPino Rokan,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

10.000 PENARI DI PESPARANI NASIONAL II